Sidang Tipikor PJBG Bergulir, Penasehat Hukum Soroti Manajemen PGN

JURNALMERDEKA.id — JAKARTA. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi kerja sama jual beli gas (PJBG) antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan Isargas (IAE), Senin (1/12/2025). Pada persidangan JPU menghadirkan saksi Ahmad Sofwan Hadi, Manager Teknik IAE–BIG, dan Wahid Hasyim, Direktur Utama IAE.

Perkara ini tercatat dalam nomor 86/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst, dengan dua terdakwa: Iswan Ibrahim, Komisaris IAE periode 2006–2023, serta Danny Praditya, Direktur Komersial PGN periode 2016–2019. Keduanya didakwa terkait dugaan penyimpangan pembayaran uang muka (advance payment) sebesar USD 15 juta.

Penasehat hukum terdakwa Danny Praditya, FX L. Michael Shah menegaskan bahwa saksi yang dihadirkan JPU hari ini justru memperkuat fakta, bahwa ISARGAS telah melaksanakan seluruh kewajiban sesuai perjanjian, baik dalam penyediaan gas maupun pembangunan infrastruktur pendukung.

“Dari Isargas itu sudah melaksanakan semua kewajibannya, yaitu menyediakan gas sesuai dengan apa yang diperjanjikan dan sudah menyiapkan infrastruktur.” katanya.

Ia menyebut, tidak ada satu pun bukti atau keterangan yang menunjukkan bahwa ISARGAS mangkir dari komitmennya.

Michael menyoroti bahwa persoalan justru mulai muncul setelah manajemen PGN digantikan oleh jajaran baru pada periode 2020–2021 dan selanjutnya.

“Manajemen PGN yang setelah zaman Pak Dhani, tidak melaksanakan isi kontrak yang sudah ditandatangani oleh para pihak.” tegasnya.

Menurutnya, bahkan majelis hakim turut mempertanyakan alasan PGN mengabaikan proses adendum yang sebelumnya telah disepakati dua pihak.

Dalam persidangan, Michael kembali menekankan bahwa transaksi ISARGAS–PGN dilakukan secara terbuka dan telah dipantau langsung oleh Kementerian ESDM.

“ESDM secara triwulan melakukan verifikasi pemantauan terhadap aliran gas, sejak April 2019 tiap 3 bulan ada pelaporan.” ujarnya.

Michael juga menambahkan, ESDM sebagai regulator bahkan telah menyetujui skema perjanjian bertingkat (tiered agreement) yang digunakan.

“ESDM sebagai regulator sudah mengizinkan.” jelasnya.

Lebih lanjut Michael menyatakan janggal apabila transaksi yang diawasi ESDM dan menghasilkan penerimaan negara justru disebut ilegal.

“Pajaknya mau diambil, retribusinya mau diterima, tapi menyatakan bahwa transaksi itu ilegal. Kan jadi nggak tepat, kayak jatah preman kalau kayak begitu.” tuturnya kepada wartawan.

Terkait dakwaan korupsi, penasihat hukum menegaskan fakta persidangan tidak menunjukkan adanya aliran dana kepada terdakwa Danny Praditya.

“Insya Allah sampai sekarang nggak ada satupun yang menyatakan Pak Dhani terima uang, aliran dananya nggak ada.” tandasnya.

Bahkan, pihak ISARGAS justru mengalami kerugian besar akibat ketidakpastian proyek.

“IAE malah kena TOP 50 juta dolar. IAE udah ngaku di persidangan, bisnis sama PGN karena tambah miskin, bukan tambah kaya.” katanya.

Michael menegaskan, jika tidak ada pihak yang diperkaya, maka unsur korupsi menjadi tidak terpenuhi. Michael juga mempertanyakan mengapa PGN setelah era Danny Praditya, justru mengabaikan arahan ESDM, sehingga menyebabkan ISARGAS terkena kewajiban Take or Pay (TOP) dari HCML hingga USD 50 juta.

“Akhirnya HCML mengenakan TOP ke IAE sebesar USD 50 juta. Ini siapa yang akan tanggung jawab?” katanya.

Selanjutnya Michael menegaskan bahwa rangkaian fakta dan keterangan saksi hari ini menunjukkan transaksi ISARGAS–PGN adalah legal dan disetujui regulator. Permasalahan timbul karena PGN periode baru tidak melaksanakan kewajiban kontraktual.

“Fakta persidangan hari ini semakin memperjelas bahwa masalah bukan pada terdakwa, tetapi pada keputusan manajemen PGN setelah 2020 yang tidak menjalankan kontrak yang sudah disahkan dan dipantau oleh regulator,” pungkasnya. (Anton)

Komentar